BATU MERAH DELIMA
Hujan turun dari langi.
menyisakan genangan-genangan air di jalan. sebenarnya bisa saja aku
pulang, setelah selesai sholat berjamaah, toh rumahku hanya beberapa
meter dari masjid tapi rasanya duduk-duduk di teras masjid, memandang
tetesan-tetesan air hujan, lalu pikiran melayang ke mana-mana, tentang
masa kecil di desa, padahal usiaku kini 45 tahun atau sekedar mengenang
kenangan-kenangan indah, sungguh mengasikan. semoga tak ada orang iseng,
bahkan yang sudah mengenal aku sekalipun yang mengajak ngobrol.
"hujan lagi ya pak?"
ah ternyata do'aku tak terkabul. padahal aku baru saja menghadap Tuhan
lewat sholat ashar. terpaksa aku mengangguk. memaksakan sepotong senyum
keluar. semoga ini senyuman terburuk yang ku punya agar orang ini,
siapapun dia karena aku baru melihat wajahnya segera pergi tapi
lagi-lagi harapanku tak terkabul. mungkin dosa ini terlalu banyak hingga
keinginan tuk sekedar sendiri saat inipun tak terkabulkan. buktinya
lelaki itu dengan santainya duduk di sampingku. mungkin orang seperti
ini perlu di beri kemampuan ilmu jiwa agar ia tahu aku lagi ingin
sendiri tanpa harus memasang muka masam apalagi pindah duduk ke tempat
lain. beruntunglah orang ini hidup di indonesia. kalau di luar negeri
orang dalam posisi sepertiku akan berkata 'bisakah anda membiarkan saya
sendiri?'
"Bapak orang sini?"
lagi-lagi aku harus mengangguk.
kembali mataku menatap tetesan air yang turun ke bumi. dulu waktu masih
kecil. waktu masih tinggal di desa di daerah Brebes sana, aku dan
teman-temanku suka mandi air hujan, kadang mengejar burung tekukur yang
kedinginan di sawah.
laki-laki itu kembali mengajakku ngobrol. awalnya memberi tahu
namanya, menanyakan namaku lalu setelah di dahului obrolan ringan tak
tentu arah, dia mengungkapkan kesulitan yang sedang dia hadapi. dia
mengaku kehilangan dompet beserta semua uang di dompet itu. pasti orang
ini lagi bingung sekali. bagaimana dia bisa melanjutkan perjalanan kalau
sudah tak memegang uang. aku baru berpikir untuk memberinya uang ketika
dengan terbata-bata dia mengungkapkan pikirannya.
"..jadi kalau bisa dan kalau bapak percaya saya ingin meminjam uang
dua puluh ribu buat ongkos. lusa saya kesini lagi untuk mengembalikan
uang bapak"
dari wajahnya jelas sekali begitu malu lelaki itu mengeluarkan kalimat
tadi. ku keluarkan dua lembar puluhan ribu dan ku sodorkan pada lelaki
itu.
"Bapak ambil saja uang ini. tidak usah meminjam. saya ihlas memberinya untuk bapak"
"terimakasih pak tapi saya tetap ingin ini sebagai pinjaman dan sekedar sebagai jaminan, tolong bapak simpan ini"
sebuah batu kecil, seperti batu akik berwarna merah di sodorkannya
kepadaku. sungguh aku awam tentang batu-batuan juga tak percaya
sedikitpun kalau batu-batu seperti itu memiliki khodam atau tuah.
"ini batu merah delima yang melegenda itu pak. mungkin bapak sudah
tahu kalau batu merah delima di pasaran bisa berharga jutaan rupiah"
Aku cuma diam. bahkan ketika lelaki itu dengan semangat menceritakan sejarah dan kehebatan yang sepektakuler dari batu itu.
"tolong bapak simpan baik-baik batu merah delima ini. lusa saya akan
kesini lagi untuk mengembalikan uang bapak yang saya pinjam dan
mengambil batu merah delima ini"
lelaki itu pergi meninggalkan batu berwarnah merah di hadapanku. ku
ambil batu itu tanpa sedikitpun timbul rasa kekaguman pada batu itu.
hujan telah benar-benar reda. aku bangkit hendak pulang ke rumah
ketika seorang lelaki menepuk bahuku sambil mengucap salam. ku jawab
salam lelaki itu dan ku jabat tangannya yang ia sodorkan.
"maaf pak boleh ngobrol sebentar?"
aku mengerutkan kening. dia pasti bukan orang sini. penampilannya
parlente, seperti seorang bos. walau tak tahu apa yang di inginkan
lelaki ini aku duduk juga
"yang ngobrol sama bapak tadi teman bapak?"
"oh bukan. kami baru saling kenal. ada apa?"
"maaf saya tadi sempat melihat batu yang ada di depan bapak. boleh liat sebentar batunya pak?"
lagi-lagi aku mengerutkan kening tapi ku perlihatkan juga batu tadi.
orang itu memperhatikan dengan seksama batu itu. sepertinya tak ada satu
incipun yang lewat dari pengamatannya.
"subhanallah ini batu merah delima asli pak. sudah sejak lama saya mencari-cari batu seperti ini pak"
mimik lelaki di depanku penuh kekaguman, sorot matanya seperti melihat sebuah keindahan yang belum ada di bumi ini.
"saya berani membeli batu merah delima ini tiga juta, kontan pak"
"tapi..."
"ok. tiga setengah juta" ucap lelaki itu mengira harga yang ia tawarkan kurang tinggi
"bukan soal harga pak tapi batu ini bukan milik saya. saya cuma di
titipi orang yang tadi bapak lihat ngobrol dengan saya. dia yang
memiliki batu ini"
orang itu berpikir sejenak
"kapan dia mau ngambil batu ini lagi?"
"katanya lusa pak"
orang itu berpikir lagi
"wah lusa saya tidak ada waktu. besok harus ke Jepang" gumam lirihnya terdengar olehku. entah di sengaja atau tidak
"ok begini saja pak. saya akan membeli batu merah delima itu empat
juta dari bapak. bapak bujuk saja orang itu agar mau menjual batu itu ke
bapak. terserah bapak mau bayarin batu itu berapa, tentu di bawah empat
juta biar bapak dapat untung dan ini saya tinggalkan uang tiga ratus
ribu sebagai uang muka"
"kalau pemiliknya tidak mau menjual batu ini pada saya?"
"tiga hari lagi saya akan kesini untuk mengambil ung muka itu tapi
kalau bapak berhasil saya tinggal membayar tiga juta tujuh ratus ribu
rupiah lagi"
otak bisnisku bekerja. kalau batu merah delima ini bisa ku beli satu
setengah juta atau maksimal dua juta, aku akan dapat untung dua juta.
wow ini peluang emas. kalau orang itu tidak mau menjualnya juga tidak
apa-apa, aku tinggal mengembalikan uang muka orang ini saja.
"ok.saya setuju pak"
kamipun berjabat tangan. aku pulang dengan gembira. terbayang keuntungan
besar yang akan ku dapat dengan mudah. tak akan ku ceritakan ini pada
istri dan anak-ananku. biar saja ini buat kejutan.
pagi tiba dengan sejuta harapan. ketika matahari mulai meninggi aku
telah ada di bank, mengantri untuk mengambil seluruh tabunganku yang
memang cuma tiga juta. hitung-hitunganku, kalau orang itu hanya mau
menjualnya dengan harga tiga juta sekalipun akan aku beli.
hari yang ku tunggu datang juga. di sore yang indah lelaki itu datang ke rumah.
"terimakasih banyak atas peertolongannya waktu itu pak. kalau tidak
di tolong bapak mungkin saya sudah menjadi gembel. he he"
"sama-sama pak"
"oh ya ini uang dua puluh ribu bapak, saya kembalikan"
"terimakasih pak"
ku terima uang itu
"oh ya ini batu merah delima punya bapak tapi kalau boleh tahu apa bapak tidak punya niat menjualnya?"
ku tatap wajah lelaki di depanku dengan harap-harap cemas
"tidak pak. batu ini peninggalan orang tua saya tapi..."
lelaki itu merenung sebentar
"kalau bapak yang berminat membelinya saya ihlas. bapakkan telah menolong saya"
"wah saya jadi tidak enak nih. mbok ya jangan di campur adukan antara menjual barang dengan membalas kebaikan"
"ya tidak apa-apa pak.saya ihlas"
"kalau begitu berapa kira-kira bapak mau jual?"
"kira-kira bapak berani berapa?"
Aku berpikir sejenak. sungguh aku awam masalah batu mustika tapi patokanku harus di bawah empat juta agar aku dapat untung
"saya bayar satu juta ya pak?"
lelaki itu terdiam. sepertinya ada kekecewaan di wajahnya
"wah tidak bisa pak. dulu saja sudah ada yang berani lima juta tapi
karena ini wasiat peninggalan orang tua tidak saya jual. sungguh kalau
bukan bapak yang berminat, berapa jutapun tidak akan saya lepas"
"kalau dua juta?"
lelaki itu terdiam lagi
"begini saja pak, sumpah sudah ada yang nawar lima juta tapi buat bapak tiga juta saja"
tiga juta? lelaki yang sudah meninggalkan uang muka tiga ratus ribu itu berani membeli empat juta. lumayanlah untung satu juta.
"ok deh"
ku serahkan uang tiga juta yang tadi pagi ku ambil dari bank. lelaki
itupun menerima uangku, menyerahkan batu merah delima lalu pamit pulang.
esoknya dengan penuh harapan dan kebahagiaan ku tunggu lelaki yang
telah menitipkan uang muka tiga ratus ribu yang akan membeli batu merah
delima ini empat juta tapi sampai malam datang orang itu tak muncul
juga. satu,dua hari bahkan sampai berbulan-bulan orang itu tak pernah
menemuiku. aku tak pernah tahu kalau orang yang menitipkan batu merah
delima dan orang yang berminat membeli batu merah delima empat juta
adalah komplotan penipu.